Halaman

Minggu, 28 April 2013

Hakikat Wahaby Salafy


MEMAHAMI HAKIKAT SALAFI
http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=12410

Oleh: Syamsuddin Muir

Berbagai pengaduan masyarakat, membuat saya terpanggil menyingkap perbedaan pemikiran diantara sesama ulama Salafi. Tujuannya, agar jamaah Salafi terlebih dahulu menjelaskan sikap mereka terhadap perbedaan pemikiran diantara ulama panutan mereka, sebelum mereka mengklaim bid’ah dan sesat pendapat ulama di luar Salafi. Perbedaan diantara ulama Salafi bukan saja terjadi dalam masalah fiqh, tapi juga terjadi dalam masalah akidah. Apakah jamaah Salafi menerima perbedaan itu sebagai hal yang wajar, atau bahkan mereka menerima sebagiannya dan mengklaim bid’ah dan sesat pendapat yang lain?

Jika mereka menerima perbedaan itu secara wajar, maka perlakukan juga sikap seperti itu terhadap perbedaan pendapat yang terjadi antara ulama Salafi dengan ulama Islam yang lain, tidak bersikap diskriminatif. Karena semua ulama itu punya kedudukan yang sama dalam Islam.

Hakikat Salafi

Salafi merupakan perubahan nama dari aliran pemikiran Wahabi. Tentang pemikiran dan pengaruh pendiri aliran Wahabi, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab itu bisa ketahui melalui berbagai buku sejarah. Diantaranya yang tertulis dalam buku Syaikh Utsman bin Basyar al-Hanbaly: Unwan al-Majd Fi Tarikh al-Najd, buku Dr. Abdullah al-Shaleh al-Utsaimin: Buhuts Wa Ta’liqat Tarikh al-Mamlakah al-Arabiyah al-Su’udiyah, dan buku Dr. Louis de Corancez: al-Wahhabiyun Tarikh Ma Ahmalah al-Tarikh.

Jadi, tidak ada perbedaan antara Wahabi dan Salafi. Dan pendiri pemikiran Wahabi, Muhammad bin Abdul Wahhab mengajak kepada pemikiran Imam Ibnu Taimiyah dan sebagian ulama mazhab Hanbali (Syaikh Hasan Ali al-Saqqaf: al-Salafiyah al-Wahhabiyah).

Aliran pemikiran Salafi Wahabi ini bukan tiga generasi terbaik (sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in) yang tersebut dalam hadits Imam al-Bukhari. Tiga generasi Islam terbaik itu tidak meninggalkan metodologi baku yang mesti diikut oleh generasi Islam setelahnya. Dan pada masa tabi’in terdapat dua metodologi pemikiran berbeda, yaitu madrasah al-hadits dan madrasah al-ra’yi. Pemahaman mereka terhadap sumber utama Islam, Alquran dan Sunnah juga ada terjadi perbedaan pendapat. Diantaranya, mayoritas ulama generasi terbaik itu (salaf al-shaleh) mengatakan bahwa Allah SWT bisa dilihat di akhirat nanti. Pendapat mayoritas ini berbeda dengan pendapat Sayidah Aisyah, Imam Mujahid, Imam Ikrimah, dan kelompok Mu’tazilah yang berpegang pada keumuman ayat 103 dalam surah al-An’am.

Syaikh al-Albani

Syaikh al-Albani seorang ulama Salafi yang menekuni kajian hadits secara otodidak, tanpa mempelajarinya secara langsung kepada ulama hadits, dan ulama Islam mengakui beliau sebagai ulama hadits. Tapi sebagai manusia, Syaikh al-Albani tidak luput dari kekeliruan. Makanya, sebagian ulama hadits mengkritisi pemikiran beliau.

Diantaranya, kritikan terhadap penilaian Syaikh al-Albani yang melemahkan hadits tentang tawassul, bisa dibaca dalam buku Syaikh Abdullah al-Shiddiq al-Ghumari: Juz Fih al-Radd ‘Ala al-Albani. Kritikan terhadap kontradiksi penilaian Syaikh al-Albani terhadap suatu hadits, bisa dilihat dalam 3 jilid buku Syaikh Hasan Ali al-Saqqaf: Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihat. Dan kritikan terhadap Syaikh al-Albani dalam melemahkan sebagian hadits yang terdapat dalam kitab Sunan (Abu Dawud, al-Tarmizi, al-Nasa’i, dan Ibnu Majah), bisa dilihat dalam 6 jilid kitab Syaikh Mahmud Sa’id Mamduh: al-Ta’rif Bi Auham Man Qassam al-Sunan Ila Shahih Wa Dha’if.

Terkadang, Syaikh al-Albani juga terkesan mengkerdilkan ulama lain. Diantaranya, waktu mengomentari buku Syaikh ‘Id Abbas: al-Da’wah al-Salafiyah Wa Mauqifuha Min al-Harakat al-Ukhra, beliau mengatakan, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab itu pengikut mazhab Hanbali yang tidak punya pengetahuan tentang hadits.

Dalam silsilah al-Ahadits al-Shahihah (6/676), Syaikh al-Albani mengklaim bahwa musuh sunnah Nabi adalah orang pengikut mazhab, pengikut pemikiran al-Asy’ariyah, dan pengikut aliran tasawuf. Padahal, mayoritas ulama hadits itu mengikut pemikiran akidah al-Asy’ariyah (Syaikh Abu Hamid Marzuq: Bara’ah al-Asy’ariyin min aqa’id al-Mukhalifin:1/112).

Syaikh al-Albani juga dikenal sebagai ulama yang punya fatwa kontroversial. Diantaranya, beliau mengatakan kedua orangtua Rasulullah SAW penghuni neraka. Beliau juga melarang azan dengan menggunakan mekropon. Bahkan, Syaikh al-Albani memerintahkan penduduk Palestina meninggalkan negerinya, pindah ke negara lain, dan penduduk yang tetap tinggal di Palestina adalah kafir. Fatwa al-Albani ini sempat menggegerkan dunia Islam, dan Syaikh Shalah Abdul Fattah al-Khalidi membantah fatwa ini dan menghimbau para murid al-Albani untuk meninggalkan beliau.

Niat Shalat

Imam Syafi’i termasuk dalam barisan generasi tabi’ tabi’in (generasi terbaik). Dan ijtihad fiqh mazhab Imam Syafi’i mengatakan tempat niat adalah hati, dan diucapkan dalam hati ketika takbir al-ihram. Ini sesuai dengan pemikiran fiqh Imam Syafi’i bahwa niat mesti bersamaan dengan awal ibadah, dan awal ibadah shalat adalah takbir al-ihram. Fiqh Imam Syafi’i juga membolehkan pengucapan niat sebelum takbir al-ihram berfungsi sebagai pengingat hati (Imam al-Syafi’i: al-Umm: 2/224). Pengucapan niat dalam hati pada saat takbir al-ihram juga merupakan pendapat mayoritas mazhab fiqh (Syaikh Umar Sulaiman al-Asyqar: al-Niyat Fi al-Ibadat).

Mengenai niat shalat, Syaikh al-Albani menukil pendapat Imam al-Nawawi (mazhab Syafi’i) tanpa penolakan. Biasanya, jika tidak setuju, Syaikh al-Albani akan langsung mengklaim pendapat itu bid’ah dan sesat. Dan dalam fatwanya, sudah hampir ribuan masalah yang dihukumnya bid’ah dan sesat (Abu Ubaidah Masyhur: Qamus al-Bida’ Min Kutub al-Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani). Wallahu a’lam. (*)

***Penulis Adalah:
Alumnus Fakultas Syariah
Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir