MEMAHAMI HAKIKAT SALAFI
http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=12410
Oleh: Syamsuddin Muir
Berbagai pengaduan masyarakat, membuat saya terpanggil
menyingkap perbedaan pemikiran diantara sesama ulama Salafi. Tujuannya, agar
jamaah Salafi terlebih dahulu menjelaskan sikap mereka terhadap perbedaan
pemikiran diantara ulama panutan mereka, sebelum mereka mengklaim bid’ah dan
sesat pendapat ulama di luar Salafi. Perbedaan diantara ulama Salafi bukan saja
terjadi dalam masalah fiqh, tapi juga terjadi dalam masalah akidah. Apakah
jamaah Salafi menerima perbedaan itu sebagai hal yang wajar, atau bahkan mereka
menerima sebagiannya dan mengklaim bid’ah dan sesat pendapat yang lain?
Jika mereka menerima perbedaan itu secara wajar, maka
perlakukan juga sikap seperti itu terhadap perbedaan pendapat yang terjadi
antara ulama Salafi dengan ulama Islam yang lain, tidak bersikap diskriminatif.
Karena semua ulama itu punya kedudukan yang sama dalam Islam.
Hakikat Salafi
Salafi merupakan perubahan nama dari aliran pemikiran Wahabi.
Tentang pemikiran dan pengaruh pendiri aliran Wahabi, Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab itu bisa ketahui melalui berbagai buku sejarah. Diantaranya yang
tertulis dalam buku Syaikh Utsman bin Basyar al-Hanbaly: Unwan al-Majd Fi
Tarikh al-Najd, buku Dr. Abdullah al-Shaleh al-Utsaimin: Buhuts Wa Ta’liqat
Tarikh al-Mamlakah al-Arabiyah al-Su’udiyah, dan buku Dr. Louis de Corancez:
al-Wahhabiyun Tarikh Ma Ahmalah al-Tarikh.
Jadi, tidak ada perbedaan antara Wahabi dan Salafi. Dan
pendiri pemikiran Wahabi, Muhammad bin Abdul Wahhab mengajak kepada pemikiran
Imam Ibnu Taimiyah dan sebagian ulama mazhab Hanbali (Syaikh Hasan Ali
al-Saqqaf: al-Salafiyah al-Wahhabiyah).
Aliran pemikiran Salafi Wahabi ini bukan tiga generasi
terbaik (sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in) yang tersebut dalam hadits Imam
al-Bukhari. Tiga generasi Islam terbaik itu tidak meninggalkan metodologi baku
yang mesti diikut oleh generasi Islam setelahnya. Dan pada masa tabi’in
terdapat dua metodologi pemikiran berbeda, yaitu madrasah al-hadits dan madrasah
al-ra’yi. Pemahaman mereka terhadap sumber utama Islam, Alquran dan Sunnah juga
ada terjadi perbedaan pendapat. Diantaranya, mayoritas ulama generasi terbaik
itu (salaf al-shaleh) mengatakan bahwa Allah SWT bisa dilihat di akhirat nanti.
Pendapat mayoritas ini berbeda dengan pendapat Sayidah Aisyah, Imam Mujahid,
Imam Ikrimah, dan kelompok Mu’tazilah yang berpegang pada keumuman ayat 103
dalam surah al-An’am.
Syaikh al-Albani
Syaikh al-Albani seorang ulama Salafi yang menekuni kajian
hadits secara otodidak, tanpa mempelajarinya secara langsung kepada ulama
hadits, dan ulama Islam mengakui beliau sebagai ulama hadits. Tapi sebagai
manusia, Syaikh al-Albani tidak luput dari kekeliruan. Makanya, sebagian ulama
hadits mengkritisi pemikiran beliau.
Diantaranya, kritikan terhadap penilaian Syaikh al-Albani
yang melemahkan hadits tentang tawassul, bisa dibaca dalam buku Syaikh Abdullah
al-Shiddiq al-Ghumari: Juz Fih al-Radd ‘Ala al-Albani. Kritikan terhadap
kontradiksi penilaian Syaikh al-Albani terhadap suatu hadits, bisa dilihat
dalam 3 jilid buku Syaikh Hasan Ali al-Saqqaf: Tanaqudhat al-Albani
al-Wadhihat. Dan kritikan terhadap Syaikh al-Albani dalam melemahkan sebagian
hadits yang terdapat dalam kitab Sunan (Abu Dawud, al-Tarmizi, al-Nasa’i, dan
Ibnu Majah), bisa dilihat dalam 6 jilid kitab Syaikh Mahmud Sa’id Mamduh:
al-Ta’rif Bi Auham Man Qassam al-Sunan Ila Shahih Wa Dha’if.
Terkadang, Syaikh al-Albani juga terkesan mengkerdilkan ulama
lain. Diantaranya, waktu mengomentari buku Syaikh ‘Id Abbas: al-Da’wah
al-Salafiyah Wa Mauqifuha Min al-Harakat al-Ukhra, beliau mengatakan, Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab itu pengikut mazhab Hanbali yang tidak punya
pengetahuan tentang hadits.
Dalam silsilah al-Ahadits al-Shahihah (6/676), Syaikh
al-Albani mengklaim bahwa musuh sunnah Nabi adalah orang pengikut mazhab,
pengikut pemikiran al-Asy’ariyah, dan pengikut aliran tasawuf. Padahal,
mayoritas ulama hadits itu mengikut pemikiran akidah al-Asy’ariyah (Syaikh Abu
Hamid Marzuq: Bara’ah al-Asy’ariyin min aqa’id al-Mukhalifin:1/112).
Syaikh al-Albani juga dikenal sebagai ulama yang punya fatwa
kontroversial. Diantaranya, beliau mengatakan kedua orangtua Rasulullah SAW
penghuni neraka. Beliau juga melarang azan dengan menggunakan mekropon. Bahkan,
Syaikh al-Albani memerintahkan penduduk Palestina meninggalkan negerinya,
pindah ke negara lain, dan penduduk yang tetap tinggal di Palestina adalah
kafir. Fatwa al-Albani ini sempat menggegerkan dunia Islam, dan Syaikh Shalah
Abdul Fattah al-Khalidi membantah fatwa ini dan menghimbau para murid al-Albani
untuk meninggalkan beliau.
Niat Shalat
Imam Syafi’i termasuk dalam barisan generasi tabi’ tabi’in
(generasi terbaik). Dan ijtihad fiqh mazhab Imam Syafi’i mengatakan tempat niat
adalah hati, dan diucapkan dalam hati ketika takbir al-ihram. Ini sesuai dengan
pemikiran fiqh Imam Syafi’i bahwa niat mesti bersamaan dengan awal ibadah, dan
awal ibadah shalat adalah takbir al-ihram. Fiqh Imam Syafi’i juga membolehkan
pengucapan niat sebelum takbir al-ihram berfungsi sebagai pengingat hati (Imam
al-Syafi’i: al-Umm: 2/224). Pengucapan niat dalam hati pada saat takbir
al-ihram juga merupakan pendapat mayoritas mazhab fiqh (Syaikh Umar Sulaiman
al-Asyqar: al-Niyat Fi al-Ibadat).
Mengenai niat shalat, Syaikh al-Albani menukil pendapat Imam
al-Nawawi (mazhab Syafi’i) tanpa penolakan. Biasanya, jika tidak setuju, Syaikh
al-Albani akan langsung mengklaim pendapat itu bid’ah dan sesat. Dan dalam
fatwanya, sudah hampir ribuan masalah yang dihukumnya bid’ah dan sesat (Abu
Ubaidah Masyhur: Qamus al-Bida’ Min Kutub al-Imam Muhammad Nashiruddin
al-Albani). Wallahu a’lam. (*)
***Penulis Adalah:
Alumnus Fakultas Syariah
Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir