Tidak Pernah Bertemu Salafush Shalih Tapi Mengaku Golongan Salaf
Salah satu fitnah akhir zaman adalah orang-orang pada masa
kini (khalaf) yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholih namun pada
kenyataannya tentu mereka tidak pernah bertemu dengan Salafush Sholih.
Perlu kita ingat bahwa nama-nama para Sahabat yang tercantum
pada hadits, pada umumnya mereka berposisi sebagai perawi, bukanlah
menyampaikan pemahaman atau hasil ijtihad atau istinbat mereka melainkan para
Sahabat sekedar mengulangi kembali apa yang diucapkan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam.
Zaid bin Tsabit RA berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: Semoga Allah membaguskan rupa orang yang
mendengar Hadits dariku, lalu dia menghafalnya -dalam lafadz riwayat lain :
lalu dia memahami dan menghafalnya- kemudian dia menyampaikannya kepada orang
lain. Terkadang orang yang membawa ilmu agama (hadits) menyampaikannya kepada
orang yang lebih paham darinya,dan terkadang orang yang membawa ilmu agama
(hadits) tidak memahaminya.” (Hadits Shahih, Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi,
Ibnu Majah, ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Hibban, at-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir,
dan imam-imam lainnya).
Dari hadits tersebut kita paham memang ada perawi (para
Sahabat) yang sekedar menghafal dan menyampaikan saja tanpa memahami hadits
yang dihafal dan disampaikannya.
Jadi pendapat atau pemahaman para Sahabat tidak bisa
didapatkan cuma dari membaca hadits.
Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab berkata :
المجموع شرح المهذب -
(ج 1 / ص 55)
وليس له التذهب بمذهب
أحد من ائمة الصحابة رضى الله عنهم وغيرهم من الاولين وان كانوا أعلم وأعلا درجة
ممن بعدهم لانهم لم يتفرغوا لتدوين العلم وضبط اصوله وفروعه فليس لاحد منهم مذهب
مهذب محرر مقرر وانما قام بذلك من جاء بعدهم من الائمة الناحلين لمذاهب الصحابة
والتابعين القائمين بتمهيد أحكام الوقائع قبل وقوعها الناهضين بايضاح اصولها
وفروعها كمالك وأبى حنيفة وغيرهما
“Dan tidak boleh bagi orang awam bermazhab dengan mazhab
salah seorang dari pada imam-imam di kalangan para Sahabat radhiallahu ‘anhum
dan selain mereka dari generasi awal, walaupun mereka lebih alim dan lebih
tinggi darajatnya dibandingkan dengan (ulama’) selepas mereka. Hal ini karena
mereka tidak meluangkan waktu sepenuhnya untuk menyusun ilmu dan meletakkan
prinsip-prinsip asas (dasar) dan furu’ (cabangnya). Tidak ada salah seorang
dari mereka (para Sahabat) sebuah mazhab yang dianalisa dan diakui. Sedangkan
para ulama yang datang setelah mereka (para Sahabat) merupakan pendukung mazhab
para Sahabat dan Tabien dan kemudian melakukan usaha meletakkan hukum-hukum
sebelum berlakunya perkara tersebut, dan bangkit menerangkan prinsip-prinsip
asas (dasar) dan furu’ (cabang) ilmu seperti (Imam) Malik dan (Imam) Abu
Hanifah dan selain dari mereka berdua.”
Hal yang perlu kita ingat selalu
bahwa ketika orang membaca hadits maka itu adalah pemahaman orang itu sendiri
bukan pendapat atau permahaman para Sahabat.
Mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman para Sahabat
berijtihad dengan pendapatnya sendiri terhadap hadits yang mereka baca. Apa
yang mereka katakan tentang hadits tersebut, pada hakikatnya adalah hasil
ijtihad dan ra’yu mereka sendiri. Sumbernya memang
hadits tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir dari kepala mereka
sendiri. Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang
mereka ketahui dan sampaikan adalah pemahaman para Sahabat.
Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka
pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam
Mujtahid Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atas
namakan kepada para Sahabat. Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang
namanya fitnah dan kekurangajaran terhadap para Sahabat.
Wallahu A'lam.............